HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI DAN POLA MENSTRUASI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI



Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang. Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita anemia. Remaja putri memiliki risiko sepuluh kali lebih besar untuk menderita anemia dibandingkan dengan remaja putra. Hal ini dikarenakan remaja putri mengalami menstruasi setiap bulannya dan sedang dalam masa pertumbuhan sehingga membutuhkan asupan zat besi yang lebih banyak. Selain itu, ketidakseimbangan asupan zat gizi juga menjadi penyebab anemia pada remaja. Remaja putri biasanya sangat memperhatikan bentuk tubuh, sehingga banyak yang membatasi konsumsi makanan dan banyak pantangan terhadap makanan. Bila asupan makanan kurang maka cadangan besi banyak yang dibongkar. Keadaan seperti ini dapat mempercepat terjadinya anemia.
Berdasarkan analisis bivariat menunjukkan bahwa secara statistik hubungan antara pola menstruasi dengan kejadian anemia tidak bermakna. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada remaja putri di Kudus di mana terdapat hubungan yang signifikan antara pola menstruasi dengan kejadian anemia. Tidak adanya hubungan pola menstruasi dengan kejadian anemia diduga karena pada penelitian ini tidak dilakukan pengukuran banyaknya darah yang keluar selama menstruasi.
Pada umumnya wanita mengeluarkan darah 30 – 40 ml setiap siklus menstruasi antara 21 – 35 hari dengan lama menstruasi 3 – 7 hari. Banyaknya darah yang keluar berpengaruh pada kejadian anemia karena wanita tidak mempunyai persediaan zat besi yang cukup dan absorpsi zat besi yang rendah ke dalam tubuh sehingga tidak dapat menggantikan zat besi yang hilang selama menstruasi.
Besarnya zat besi yang hilang pada saat menstruasi tergantung pada banyaknya jumlah darah yang keluar setiap periode menstruasi. Kehilangan besi mengakibatkan cadangan besi semakin menurun, keadaan ini disebut iron depleting state. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada pembentukan eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi , keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Jika jumlah besi menurun terus maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia.
Bagi teman-teman yang ingin membaca selengkapnya silahkan download di sini
abcs